Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 29 Oktober 2013

ARTIKEL RUKUN, WAJIB, DAN SUNNAH SHOLAT



ARTIKEL 
RUKUN, WAJIB, DAN SUNNAH SHOLAT
DISUSUN SEBAGAI  TUGAS TERSTRUKTURAL MATA KULIAH AGAMA ISLAM
DOSEN PENGAMPUH :
Dr.TAUFIQ RAMDANI, M.Sos



DISUSUN OLEH :
                                          NAMA           : DANDI LASMULA
                                          NIM                : TL 13002

PROGRAM STUDY TEKNIK LISTRIK
AKADEMI KOMUNITAS NEGERI SUMBAWA BARAT (AKN)
2013


DAFTAR ISI
PENDAHULUAN……………………………………………..………………………..…… 
RUKUN SHOLAT……………………………………………………………………….…..  
1.      Berdiri jika mampu
2.      Takbiratul ihram
3.      Membaca Iftitah/Istiftah
4.      Membaca Surat Al-Fatihah
5.      Rukuk
6.      Bangkit dan Berdiri dari Rukuk (I’tidal).
7.      Sujud
8.      Duduk di Antara Dua Sujud
9.      Thuma'ninah (Tenang) dalam semua amalan
10.  Tasyahud Awal


11.  Tasyahud Akhir
12.  Shalawat untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
13.  Salam
WAJIB SHOLAT…………………………………………………………………………..……
1.      Seluruh takbir, kecuali takbiratul ihram
2.      Tasmii’
3.      Tahmid
4.      Bacaan rukuk
5.      Bacaan sujud
6.      Bacaan duduk antara dua sujud
7.      Tasyahud awal
8.      Duduk pada tasyahud awal
SUNNAH SHOLAT…………………………………………………………………………….
PENUTUP………………………………………………………………………….……………





بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya dan para pengikutnya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa shalat adalah ibadah yang terkandung didalamnya berbagai macam bacaan/ucapan maupun perbuatan. Ucapan maupun perbuatan dalam shalat dapat digolongkan menjadi tiga: rukun, wajib, dan sunnah.
Rukun: Jika ditinggalkan maka batal shalatnya baik secara sengaja maupun tidak, atau batal rekaat yang terlewat rukun tersebut sehingga rekaat yang berikutnya menempati kedudukan rekaat tersebut.
Wajib: Jika menginggalkannya secara sengaja maka batal shalatnya. Jika tidak sengaja maka tidak batal, namun harus menggantinya dengan sujud sahwi.
Sunnah: Tidak batal shalat jika ditinggalkan baik secara sengaja maupun tidak. Namun,  mengurangi kesempurnaan shalat.
Rasulullah bersabda, “Shalatlah kalian sebagaimana melihat aku shalat” [Diriwayatkan muslim dari hadist Abu Hurairah (602/152]. Yaitu shalat secara sempurna baik rukun, wajib maupun sunnah-sunnahnya.


 RUKUN SHOLAT
Ka     ifiyyah (Tata Cara) Shalat
·         Niat
Tidak disyari’atkan mengucapkan/melafadhkan niat, sebab hal itu tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, para sahabat, dan para ulama setelahnya (termasuk imam empat).
·         Menghadap Sutrah (Pembatas dalam Shalat).
Sutrah adalah sesuatu yang digunakan sebagai pembatas shalat yang diletakkan di depan orang shalat.
Hukum menghadap sutrah ini adalah wajib bagi shalat munfarid (sendirian) dan bagi imam. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam :
Tinggi sutrah minimal seukuran bagian belakang pelana kuda atau kira-kira dua pertiga sampai satu hasta, berdasarkan hadits:
إذا قام أحدكم يصلي فإنه يستره إذا كان بين يديه مثل آخرة الرحل
“Jika berdiri salah seorang di antara kalian untuk melaksanakan shalat, sesungguhnya terbatasi dia jika di depannya terdapat seukuran bagian pelana kendaraan tunggangan/kuda” [HR. Muslim no. 510].
1)           Berdiri jika mampu
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
صل قائما فإن لم تستطع فقاعدا فإن لم تستطع فعلى جنب
“Shalatlah sambil berdiri. Bila tidak sanggup, maka shalatlah sambil duduk. Bila tidak sanggup juga, shalatlah sambil berbaring” [HR. Al-Bukhari no. 1066, Abu Dawud no. 939, dan At-Tirmidzi no. 369].
Seluruh ulama sepakat (ijma’) bahwa orang yang sehat lagi mampu wajib melakukan shalat fardlu sambil berdiri, baik sendiri maupun menjadi imam.
Bila ia sedang naik pesawat, kapal, atau kendaraan lain yang tidak mungkin baginya untuk turun (ke tanah/darat) sewaktu-waktu, maka ia tetap wajib shalat sambil berdiri jika mampu. Namun jika tidak mampu, maka boleh baginya shalat sambil duduk.
Boleh mengerjakan shalat sunnah sambil duduk tanpa alasan apapun, akan tetapi ia hanya mendapatkan pahal setengah dari orang yang berdiri. ‘Imran bin Hushain pernah bertanya kepada Rasulullah shallalaahu ‘alaihi wasallam tentang orang yang shalat sambil duduk. Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab :
إن صلى قائما فهو أفضل ومن صلى قاعدا فله نصف أجر القائم ومن صلى نائما فله نصف أجر القاعد
“Barangsiapa yang shalat dengan berdiri, maka hal itu lebih baik. Orang yang mengerjakan shalat sambil duduk mendapatkan setengah pahala orang yang mengerjakannya sambil berdiri. Orang yang mengerjakan shalat sambil berbaring mendapatkan setengah pahala orang yang mengerjakannya sambil duduk” [HR. Bukhari no. 1064].
Namun jika ia melakukan shalat sambil duduk atau berbaring karena udzur (sakit atau yang lainnya), maka ia tetap mendapatkan pahala sebagaimana orang berdiri (tidak kurang). Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا مرض العبد أو سافر كتب له مثل ما كان يعمل مقيما صحيحا
“Barangsiapa yang jatuh sakit atau melakukan perjalanan jauh, maka dicatatkan pahala baginya pahala seperti yang biasa ia dilakukannya ketika bermukim atau sehat” [HR. Al-Bukhari no. 2834].
2)          Takbiratul-Ihram dan Mengangkat Tangan
Kadangkala Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir.
أن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما قال: رأيت النبي صلى الله عليه وسلم افتتح التكبير في الصلاة، فرفع يديه حين يكبر، حتى يجعلهما حذو منكبيه
Bahwasannya ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma berkata : “Aku melihat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam memulai shalat dengan takbir. Maka beliau mengangkat kedua tangannya ketika (bersamaan) takbir setinggi kedua pundaknya” [HR. Al-Bukhari no. 705].
Kadangkala beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam mengangkat tangan sebelum takbir.
أن بن عمر قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا قام للصلاة رفع يديه حتى تكونا حذو منكبيه ثم كبر
Bahwasannya Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma berkata : Adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila berdiri untuk shalat, maka beliau mengangkat kedua tangannya setinggi kedua pundaknya, kemudian beliau bertakbir” [HR. Muslim no. 390].
Kadangkala beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam mengangkat tangan setelah takbir.
عن أبي قلابة أنه رأى مالك بن الحويرث إذا صلى كبر ثم رفع يديه وإذا أراد أن يركع رفع يديه وإذا رفع رأسه من الركوع رفع يديه وحدث أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يفعل هكذا
Dari Abu Qilabah : “Bahwasannya ia melihat Malik bin Al-Huwairits apabila ia melakukan shalat, maka ia bertakbir kemudian mengangkat kedua tangannya. Dan apabila ia hendak rukuk, maka ia mengangkat kedua tangannya. Apabila ia mengangkat kepalanya dari rukuk (i’tidal), maka ia mengangkat kedua tangannya. Ia mengatakan bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melakukan demikian (dalam shalat)” [HR. Al-Bukhari no. 704 dan Muslim no. 391].
Beliau shallalaahu ‘alaihi wasallam mengangkat tangan sejajar kedua pundaknya (berdasarkan hadits di atas). Kadangkala, beliau mengangkat kedua tangannya sejajar dengan kedua telinganya.
عن مالك بن الحويرث أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إذا كبر رفع يديه حتى يحاذي بهما أذنيه
Dari Malik bin Al-Huwairits : “Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila bertakbir, beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua telinganya” [HR. Muslim no. 391].
·         Meletakkan Tangan Kanan di Atas Tangan Kiri di Dada
عن سهل بن سعد قال كان الناس يؤمرون أن يضع الرجل اليد اليمنى على ذراعه اليسرى في الصلاة
Dari Sahl bin Sa’id radliyallaahu ‘anhu ia berkata : “Adalah para shahabat diperintahkan (oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam) bahwa seseorang agar meletakkan tangan kanannya di atas hasta kirinya dalam shalat” [HR. Al-Bukhari no. 707].
3)     Melihat Tempat Sujud dan Khusyu’
عن أبي هريرة رضى الله تعالى عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إذا صلى رفع بصره إلى السماء فنزلت الذين هم في صلاتهم خاشعون فطأطأ رأسه
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah shalat dengan mengangkat pandangannya ke langit. Maka turunlah ayat : “(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya” {QS. Al-Mukminun : 2}. Maka beliau kemudian menundukkan kepalanya”  [HR. Al-Hakim no. 3483; shahih sesuai syarat Muslim].
Dilarang menoleh ketika shalat, sebagaimana penjelasan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika beliau ditanya tentang hukum menoleh ketika shalat :
هو اختلاس يختلسه الشيطان من صلاة العبد
“Itulah ikhtilaas (mencuri-curi), yang dicuri-curi syaithan dari shalat seorang hamba” [HR. Al-Bukhari no. 718].
4)      Membaca Iftitah/Istiftah
Kalimat { وَيَحْمَدُ اللهَ جَلَّ وَعَزَّ} “memuji Allah jalla wa ‘azza” dijelaskan oleh para ulama mempunyai makna membaca doa iftitah.
Macam-macam doa iftitah/istiftah antara lain :
         { اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اَللَّهُمَ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ اَللَّهُمَّ اغْسِلْنِيْ مِنْ خَطَايَايَ بِالثَّلْجِ وَالْمَاءِ وَالْبَرَدِ }
Alloohumma baa’id bainii wa bainaa khothooyaaya kamaa baa’atta bainal-masyriqi wal-maghrib. Alloohumma naqqinii min khothooyaaya kamaa yunaqqots-tsaubul-abyadlu minad-danas. Alloohummagh-silnii min khothooyaaya bits-tsalji wal-maa-i wal-barad.
“Ya Allah, jauhkanlah diriku dari dosa-dosaku sebagaimana Engkau telah menjauhkan jarak antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari segala dosa-dosaku seperti baju putih yang dibersihkan dari noda. Ya Allah, cucilah diriku dari segala dosa-dosaku dengan salju, air, dan embun” [HR. Al-Bukhari no. 711 dan Muslim no. 598].
5)      Membaca Surat Al-Fatihah
Wajib membaca Al-Fatihah (dan ini menjadi bagian dari rukun shalat). Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
لا صلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب
“Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca surat Al-Fatihah” [HR. Al-Bukhari no. 723 dan Muslim no. 394].
Namun keringanan ini hanya berlaku bagi orang yang benar-benar tidak mampu menghafalnya setelah berusaha sekuat tenaga untuk menghafalnya.
Dalam shalat jama’ah jahriyyah (yang dikeraskan suaranya, seperti shalat shubuh, maghrib, dan ‘isya’), maka bacaan basmalah adalah sirr (tidak dikeraskan – tapi tetap dibaca) berdasarkan hadits dari Anas bin Malik radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
أن النبي صلى اللَّه عليه وسلم وأبا بكر وعمر رضى الله تعالى عنهما كانوا يفتتحون الصلاة ب-{اَلحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ}
”Sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, dan ‘Umar membuka (bacaan) shalatnya dengan membaca Alhamdulillaahi rabbil-‘aalamiin”. [HR. Al-Bukhari no. 710].
·         Mengucapkan Amiin Setelah Membaca Al-Fatihah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا أمن الإمام فأمنوا فإنه من وافق تأمينه تأمين الملائكة غفر له ما تقدم من ذنبه
“Jika imam mengucapkan aamiin, maka ikutilah dengan mengucapkan aamiin juga. Sesungguhnya, barangsiapa yang ucapan amin-nya bersamaan dengan aamiin yang diucapkan oleh malaikat; maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” [HR. Al-Bukhari no. 747 dan Muslim no. 410].
Sebagian ulama mengatakan bahwa membaca aamiin setelah Al-Fatihah adalah wajib. Adapun tambahan rabbighfirlii sebelum membaca aamiin (sebagaimana dilakukan oleh sebagian kaum muslimin), maka itu adalah perbuatan yang sama sekali tidak dilandasi dalil (shahih). Sudah sepatutnya perbuatan tersebut untuk ditinggalkan.
6)    Membaca Surat /Ayat yang Dihafal dari Al-Qur’an
·         Hukumnya adalah sunnah.
عَنْ أبِيْ هرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ يَقُوْلُ فيْ كُلِّ صَلاَةٍ يُقْرَأُ فَمَا أَسْمَعَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْمَعْنَاكُمْ وَمَا أَخْفَى عَنَّا أَخْفَيْنَا عَنْكُمْ وَإِنْ لَمْ تَزِدْ عَلَى أُمِّ الْقُرْآنِ أَجْزَأَتْ وَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ
Dari Abi Hurairah radliyallaahu ta’ala ‘anhu ia berkata : "Al-Qur’an dibaca pada setiap shalat. Bacaan yang dikeraskan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, kami pun mengeraskannya ketika kami menjadi imam. Dan bacaan yang tidak dikeraskan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, maka kami pun tidak mengeraskannya. Jika kamu tidak menambah bacaan selain Ummul-Qur’an (Al-Fatihah), maka itu sudah cukup. Jika kamu menambah bacaan surat selain Ummul-Qur’an, maka itu lebih baik" [HR. Al-Bukhari no. 738].
عن جبير بن مطعم قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم قرأ في المغرب بالطور
Dari Jubair bin Muth’im ia berkata : “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam membaca surat Ath-Thuur dalam shalat maghrib” [HR. Al-Bukhari no. 731 dan Muslim no. 463].
·         Sebagian ulama menjelaskan bahwa sebaiknya bacaan pada raka’at pertama lebih panjang daripada raka’at kedua.
·         Disunnahkan pula membaca surat lain setelah Al-Fatihah pada raka’at ketiga dan/atau keempat berdasarkan hadits :
عن أبي سعيد الخدري أن النبي صلى اللَّه عليه وسلم كان يقرأ في صلاة الظهر في الركعتين الأوليين في كل ركعة قدر ثلاثين آية وفي الأخريين قدر خمس عشرة آية
Dari Abi Sa’id Al-Khudri radliyallaahu ‘anhu : “Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam membaca surat (setelah Al-Fatihah) dalam dua raka’at pertama shalat Dhuhur untuk setiap raka’atnya sekitar tigapuluh ayat. Sedangkan dalam dua raka’at terakhir beliau membaca sekitar lima belas ayat”  [HR. Muslim no. 452].
·         Bila shalat sendirian, maka ia boleh memperpanjang bacaan ayat sesukanya. Namun jika ia menjadi imam, maka hendaknya ia memperhatikan kondisi makmum. Jika makmum adalah dari kalangan yang kuat, semangat ke-Islamannya tinggi, dan biasa dibacakan ayat-ayat yang panjang; maka tidak apa-apa jika ia memperpanjang bacaan suratnya. Namun jika makmumnya adalah orang yang lemah, para wanita, anak-anak, dan orang-orang yang mempunyai keperluan; hendaknya ia memperpendek bacaan suratnya.
عن أنس بن مالك أن النبي صلى اللَّه عليه وسلم قال إني لأدخل في الصلاة وأنا أريد إطالتها فأسمع بكاء الصبي فأتجوز في صلاتي مما أعلم من شدة وجد أمه من بكائه
Dari Anas bin Malik, bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda : “Sungguh aku akan memulai shalat (berjama’ah) dan aku ingin memperpanjangnya. Namun tiba-tiba aku mendengar suara tangisan seorang bayi. Maka aku memperingan (memperpendek) shalatku, karena aku mengetahui betapa cintanya (gelisahnya) ibunya terhadap tangis (anak)-nya itu” [HR. Al-Bukhari no. 677 dan Muslim no. 470].
7)     Rukuk
Setelah membaca ayat Al-Qur’an, hendaknya ia berhenti sejenak sebelum memulai gerakan untuk rukuk, sebagaimana riwayat Samurah bin Jundub radliyallaahu ‘anhu.[1][6][10] Lama berhenti ini sekitar satu nafas.
     Meletakkan kedua tangannya di lututnya dengan menguatkan pegangan dan merenggangkan jari-jemarinya. Posisi tangan agak dijauhkan dan sedikit dibengkokkan di kedua siku.
فقال أبو حميد الساعدي....... وإذا ركع أمكن يديه من ركبتيه
Berkata Abu Humaid As-Sa’idy radliyallaahu ‘anhu : “….. Dan apabila beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam rukuk, maka beliau menguatkan kedua tangannya pada kedua lututnya” [HR. Al-Bukhari no. 794].
Bacaan dalam rukuk (bisa dipilih dan dibaca yang mudah) :
-          { سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اَللَّهُمَ اغْفِرْ لِيْ }
Subhaanakalloohumma wabihamdika alloohummagh-firlii
“Aku menyucikanmu ya Allah, Tuhan kami, dan aku memujimu. Ya Allah, ampunilah aku” [HR. Al-Bukhari no. 761 dan Muslim no. 484].
-          { سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوْحِ }
Subbuuhun qudduusun robbul-malaaikati war-ruuh
“Engkau Maha Suci, Maha Qudus, Tuhan para malaikat dan ruh" [HR. Muslim no. 487 dan Abu Dawud no. 872].
Masing-masing doa/bacaan dalam rukuk di atas dapat diulang lebih dari tiga kali berdasar keumuman hadits :
عن البراء رضى الله تعالى عنه قال كان ركوع النبي صلى اللَّه عليه وسلم وسجوده وإذا رفع رأسه من الركوع وبين السجدتين قريبا من السواء
Dari Al-Barra’ radliyallaahu ‘anhu ia berkata : "Adalah rukuk dan sujudnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, serta bangkitnya beliau dari rukuk (i’tidal) dan duduknya diantara dua sujud; hampir sama lamanya" [HR. Al-Bukhari no. 768 dan Muslim no. 471].
Wajib thuma’ninah dalam rukuk. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
....ثم اركع حتى تطمئن راكعا
"Kemudian rukuklah sampai engkau merasa thuma’ninah dalam rukuk itu" [HR. Al-Bukhari no. 724 dan Muslim no. 397].
8)       Bangkit dan Berdiri dari Rukuk (I’tidal).
·         Mengucapkan : {  سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ} « Sami’alloohu liman hamidah » ketika mengangkat badan dari rukuk, dan { رَبَنَا لَكَ الْحَمْدُ} « Robbanaa lakal-hamdu » ketika telah berdiri. Hal itu berdasarkan hadits :
عن أبي هريرة يقول كان رسول الله صلى اللَّه عليه وسلم إذا قام إلى الصلاة يكبر حين يقوم ثم يكبر حين يركع ثم يقول : سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ حين يرفع صلبه من الركعة ثم يقول وهو قائم رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ
Dari Abi Hurairah radliyallaahu ‘anhu : "Adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila berdiri shalat beliau mengucapkan takbir ketika dalam keadaan berdiri, kemudian beliau bertakbir ketika hendak rukuk. Beliau mengucapkan :  Sami’alloohu liman hamidah (Mudah-mudahan Allah mendengarkan/memperhatikan orang-orang yang memuji-Nya) ketika beliau mengangkat/ menegakkan tulang pungungnya. Kemudian beliau mengucapkan setelah berdiri : Robbanaa lakal-hamdu (Tuhan kami, Engkaulah yang pantas mendapat pujian)" [HR. Al-Bukhari no. 756].
·         Setelah ucapan « Robbanaa lakal-hamdu » (atau yang semisal di atas), maka disunnahkan untuk menambah dengan ucapan:
مِلْءَ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءَ اْلأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ
Mil-as samaawaati wa mil-al ardli wa mil-a maa syi’ta min syain ba’du
"Sepenuh langit dan sepenuh bumi, dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki sesudah itu" [HR. Muslim no. 476].
·         Posisi tangan ketika berdiri i’tidal adalah bersedekap di dada menurut pendapat yang paling kuat. Hal itu berdasarkan keumuman hadits :
كان الناس يؤمرون أن يضع الرجل اليد اليمنى على ذراعه اليسرى في الصلاة
“Adalah para shahabat diperintahkan (oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam) bahwa seseorang agar meletakkan tangan kanannya di atas hasta kirinya dalam shalat” [HR. Al-Bukhari no. 707 dari Sahl bin Sa’d radliyallaahu ‘anhu].
·        Wajib thuma’ninah ketika i’tidal dan disunnahkan memperpanjangnya, berdasarkan hadits :
عن ثابت قال كان أنس ينعت لنا صلاة النبي صلى اللَّه عليه وسلم فكان يصلي وإذا رفع رأسه من الركوع قام حتى نقول قد نسي
Dari Tsabit ia berkata : “Anas pernah memberikan contoh shalat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, kemudian Anas melakukan shalat. Setelah bangun dari rukuk, Anas berdiri lama hingga kami menyangka ia lupa untuk sujud” [HR. Bukhari no. 767 dan Muslim no. 472].
9)          Sujud
·         Bertakbir ketika turun untuk sujud, berdasarkan hadits :
.....ثم يكبر حين يرفع رأسه ثم يكبر حين يسجد
“….Kemudian beliau bertakbir ketika mengangkat kepalanya (i’tidal), dan kemudian beliau pun bertakbir ketika hendak sujud” [HR. Al-Bukhari no. 756].
·         Ketika sujud, beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam sujud dengan tujuh anggota badan (dahi dan hidung – dianggap satu kesatuan –, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua kaki). Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
عن بن عباس أَن رسول الله صلى اللَّه عليه وسلم قال أمرت أن أسجد على سبعة أعظم الجبهة وأشار بيده على أنفه واليدين والرجلين وأطراف القدمين
Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda : “Aku diperintahkan untuk sujud dengan tujuh anggota tubuh, yaitu dahi (beliau berisyarat ke hidungnya), kedua (telapak) tangan, kedua kaki (maksudnya kedua lutut), dan kedua ujung kaki” [HR. Al-Bukhari no. 776 dan Muslim no. 490].
·         Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam sujud dengan bertelekan dengan kedua tangannya, mengangkat kedua siku, melebarkan bentangan tangannya, meletakkan kedua telapak tangan sejajar dengan kedua bahunya atau kedua telinganya, merapatkannya jari-jarinya serta mengarahkannya ke kiblat.
عن البراء قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا سجدت فضع كفيك وارفع مرفقيك
Dari Al-Barra’ bin ‘Azib ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Apabila engkau sujud, maka letakkanlah dua telapak tanganmu dan angkatlah kedua sikumu” [HR. Muslim no. 494]. [2][8][12]
عن عبد اللَّه بن مالك ابن بحينة أن رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم كان إذا صلى فرج بين يديه حتى يبدو بياض إبطيه
Dari Abdillah bin Malik bin Buhainah radliyallaahu ‘anhu : “Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila shalat, maka beliau membentangkan kedua tangannya hingga kelihatan putih ketiaknya” [HR. Al-Bukhari no. 383 dan Muslim no. 495].
·         Bacaan dalam sujud (bisa dipilih dan dibaca yang mudah) :
-         {سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اَللَّهُمَ اغْفِرْ لِيْ}
Subhaanakalloohumma wabihamdika alloohummagh-firlii
“Aku menyucikanmu ya Allah, Tuhan kami, dan aku memujimu. Ya Allah, ampunilah aku” [HR. Al-Bukhari no. 761 dan Muslim no. 484].
-         { سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوْحِ }
Subbuuhun qudduusun robbul-malaaikati war-ruh
Engkau Maha Suci, Maha Qudus, Tuhan para malaikat dan ruh" [HR. Muslim no. 487 dan Abu Dawud no. 872].
Masing-masing doa tersebut dapat dibaca berulang-ulang (lebuh dari tiga kali) dengan keumuman hadits yang mnejlaskan lamanya sujud beliau ketika shalat.
10)          Duduk di Antara Dua Sujud
·         Mengucapkan takbir ketika mengangkat kepala dari sujud.
ثم يكبر حين يسجد ثم يكبر حين يرفع رأسه
“….Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bertakbir ketika sujud, dan bertakbir pula ketika mengangkat kepala beliau (dari sujud)” [HR. Al-Bukhari no. 756].
Boleh juga duduk dengan cara iq’a’  (duduk dengan menegakkan dua telapak kaki/tumit).
عن ابن عباس رضي اللَّه تعالى عنه، قال:من السنة في الصلاة أن تضع أليتيك على عقبيك بين السجدتين
Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : “Termasuk di antara sunnah dalam shalat adalah kamu meletakkan kedua pantatmu di atas kedua tumitmu ketika duduk di antara dua sujud” [HR. Thabarani dalam Al-Kabiir no. 10852; shahih. Hadits semakna juga diriwayatkan oleh Muslim no. 536].

11) Tasyahud Awal
·         Duduk tasyahud awal adalah duduk iftirasy sebagaimana duduk di antara dua sujud
عن أبي حميد الساعدي : ...... فإذا جلس في الركعتين جلس على رجله اليسرى ونصب اليمنى
Dari Abu Humaid As-Sa’idi : “….Apabila beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam duduk pada raka’at kedua (yaitu duduk tasyahud awal), maka beliau duduk di atas telapak kaki kirinya dengan menegakkan telapak kaki kanannya” [HR. Al-Bukhari no. 794].
·         Meletakkan kedua tangan di atas lutut (atau di atas paha), tangan kanan menggenggam (atau membuat lingkaran antara jari tengah dan ibu jari), dan berisyarat dengan jari telunjuk tangan kanan dengan mengerak-gerakannya.
عن بن عمر أن النبي صلى اللَّه عليه وسلم كان إذا جلس في الصلاة وضع يديه على ركبتيه ورفع إصبعه اليمنى التي تلي الإبهام فدعا بها ويده اليسرى على ركبته اليسرى باسطها عليها
Dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma : “Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila duduk dalam shalat, beliau meletakkan kedua (telapak) tangannya di atas kedua lututnya, dan beliau mengangkat jari (telunjuknya) yang kanan, maka beliaupun berdoa (bersamaan) dengan itu, dan (telapak) tangan kirinya terhampar di atas lututnya yang kiri” [HR. Muslim no. 580, At-Tirmidzi no. 294, Ibnu Majah no. 913, dan yang lainnya].
Dari Abdullah bin Zubair radliyallaahu ‘anhuma : “…..Dan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam berisyarat dengan jari telunjuknya dan meletakkan ibu jarinya di atas jari tengahnya” [HR. Muslim no. 579].
12)           Tasyahud Akhir.
·        Secara umum, apa yang dilakukan pada tasyahud awal juga dilakukan pada tasyahud akhir. Hanya saja dalam tasyahud akhir, posisi duduk adalah tawaruk.
عن أبي حميد الساعدي : ..... وإذا جلس في الركعة الآخرة قدم رجله اليسرى ونصب الأخرى وقعد على مقعدته
Dari Abu Huamid As-Sa’idi radliyallaahu ’anhu : ”......Dan apabila beliau shallallaahu ’alaihi wasallam duduk pada raka’at terakhir, maka beliau menjorokkan (telapak) kaki kirinya, menegakkan (telapak) kaki kanan, dan duduk di atas pantatnya” [HR. Al-Bukhari no. 794].
·        Membaca doa sebelum salam
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda :
عن أبي هريرة يقول قال رسول الله صلى اللَّه عليه وسلم إذا فرغ أحدكم من التشهد الآخر فليتعوذ بالله من أربع من عذاب جهنم ومن عذاب القبر ومن فتنة المحيا والممات ومن شر المسيح الدجال
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Apabila salah seorang diantara kamu telah menyelesaikan (bacaan) tasyahud akhir, maka mohonlah kepada Allah agar dilindungi dari empat perkara, (yaitu) : siksa neraka Jahannam, siksa kubur, fitnah/cobaan hidup dan mati, dan kejahatan Al-Masih Ad-Dajjal” [HR. Muslim no. 588].
Adapun lafadh doanya adalah :
Selain doa tersebut juga bisa dibaca :
{ اَللَّهُمَّ إِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ ظُلْماً كَثِيْراً وَلاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلا أَنْتَ فَاغْفِرْ لِيْ مَغْفِرَة مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِيْ إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ }
Alloohumma innii dholamtu nafsii dhulman katsiiroo, walaa yaghfirudz-dzunuuba illaa anta, faghfirlii maghfirotam-min ‘indika, warhamnii innaka antal-ghofuurur-rohiim
“Ya Allah, sesungguhnya aku banyak menganiaya diriku, dan tidak ada yang mengampuni dosa-dosa melainkan Engkau. Oleh karena itu, ampunilah dosa-dosaku dan berilah rahmat kepadaku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [HR. Al-Bukhari no. 799,5967,6953; dan Muslim no. 2705].
13)     Salam
Salam pertama termasuk bagian rukun shalat yang harus dikerjakan, sedangkan salam kedua merupakan sunnah.
عن عامر بن سعد عن أبيه قال كنت أرى رسول الله صلى اللَّه عليه وسلم يسلم عن يمينه وعن يساره حتى أرى بياض خده
Dari ’Amir bin Sa’d dari ayahnya radliyallaahu ’anhu ia berkata : ”Aku melihat Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam melakukan salam (di akhir shalat) dengan menoleh ke kanan dan ke kiri, sehingga aku melihat putih pipi beliau” [HR. Muslim no. 582].

WAJIB SHOLAT
Wajib-Wajib Shalat
1. Seluruh takbir, kecuali takbiratul ihram
2. Tasmii’
Yaitu membaca “sami’allahu liman hamidah ”. wajib dibaca oleh imam ataupun orang yang shalat sendirin, adapun makmum tidak membacanya.
3. Tahmid
Yaitu membaca “rabbana walakal hamd”. Wajib dibaca oleh imam, makmum, maupun orang yang shalat sendirian. Berdasarkan sabda Rasulullah, “Jika imam membaca sami’allahu liman hamidah maka ucapkanlah rabbana walakal hamd .”[ Dari hadist Anas , Bukhari (379, 689,805), Muslim  411]
4. Bacaan rukuk.
Yaitu seperti bacaan “subhaana rabbiyal ‘adzim”. Yang wajib sekali, disunnahkan membacanya tiga kali. Jika lebih maka tidak mengapa.
5. Bacaan sujud.
Yaitu seperti bacaan “subhaana rabbiyal ‘a’la”. Yang wajib sekali, disunnahkan membacanya tiga kali.
6. Bacaan duduk antara dua sujud.
Yaitu seperti bacaan “rabbighfirliy”. Yang wajib sekali, disunnahkan membacanya tiga kali.
7. Tasyahud awal
Yaitu membaca bacaan-bacaan tasyahud yang telah diriwayatkan dari Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam.
8. Duduk pada tasyahud awal
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa meninggalkan wajib shalat dengan sengaja membatalkan shalat. Adapun jika tidak sengaja atau karena jahil maka menggantinya dengan sujud sahwi.


SUNNAH SHOLAT
Sunnah-Sunnah Shalat
Bagian ketiga dari amalan (baca:perbuatan) dan bacaan dalam shalat adalah sunnah-sunnah shalat, yaitu selain apa-apa yang telah disebutkan dalam rukun maupun wajib shalat. Sunnah shalat ada dua jenis, ucapan maupun perbuatan.
Pertama, sunnah berupa perkataan, bentuknya banyak sekali. Diantaranya: membaca do’a iftiftah, ta’awudz, membaca basmalah, membaca surat setelah al Fatihah, membaca bacaan rukuk, sujud, do’a antara dua sujud lebih dari sekali, do’a setelah tasyahud akhir dan lainnya.
Kedua, sunnah berupa perbuatan, bentuknya juga baca. Diantaranya: mengangkat tangan saat takbiratul ihram serta ketika akan dan setelah rukuk, meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri dan meletakkannya di atas dada saat berdiri, melihat tempat sujud, meletakkan tangan diatas lutut saat rukuk, menjauhkan antara perut dan paha, paha dan betis saat sujud, dan lainnya.
Sunah-sunah ini tidak harus dikerjakan, tetapi barang siapa melakukannya maka ada tambahan pahala atasnya, adapun jika ditinggalkannya maka tidak ada dosa baginya.
·         Ada tiga hadits yang menjelaskan jumlah shalat sunnah rawatib beserta letak-letaknya:

1. Dari Ummu Habibah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّي لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيضَةٍ إِلَّا بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
“Tidaklah seorang muslim mendirikan shalat sunnah ikhlas karena Allah sebanyak dua belas rakaat selain shalat fardhu, melainkan Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga.” (HR. Muslim no. 728)
Dan dalam riwayat At-Tirmizi dan An-Nasai, ditafsirkan ke-12 rakaat tersebut. Beliau bersabda:
مَنْ ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنْ السُّنَّةِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ
“Barangsiapa menjaga dalam mengerjakan shalat sunnah dua belas rakaat, maka Allah akan membangunkan rumah untuknya di surga, yaitu empat rakaat sebelum zhuhur, dua rakaat setelah zhuhur, dua rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah isya` dan dua rakaat sebelum subuh.” (HR. At-Tirmizi no. 379 dan An-Nasai no. 1772 dari Aisyah)
2. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radliallahu ‘anhu dia berkata:
حَفِظْتُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ رَكَعَاتٍ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ فِي بَيْتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ فِي بَيْتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ الصُّبْحِ
“Aku menghafal sesuatu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berupa shalat sunnat sepuluh raka’at yaitu; dua raka’at sebelum shalat zuhur, dua raka’at sesudahnya, dua raka’at sesudah shalat maghrib di rumah beliau, dua raka’at sesudah shalat isya’ di rumah beliau, dan dua raka’at sebelum shalat subuh.” (HR. Al-Bukhari no. 937, 1165, 1173, 1180 dan Muslim no. 729)

PENUUTUP
Semoga Artikel ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya diri saya pribadi, sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rosulullah serta keluarga dan sahabatnya.




Wassalam,